Senin, 07 April 2014

Perjalanan ..

Perjalanan ..


Dalam hidup ada kalanya dimana seseorang akan mearasa diatas atau dibawah, semua terjadi karena perbuatan dari diri sendiri. Dalam hidup semua yang kita pesan tidak akan pernah sama dengan pesanan, ada kalanya Tuhan mengatakan TIDAK dan memberikan kita sesuatu yang lebih baik dari yang kita inginkan, Tuhan mengatakan TUNGGU dan memberikan kita yang terbaik, atau Tuhan mengatakan IYA dan berikan apa yang kita mau. Percayalah, semua gak lepas dari apa yang telah kita lakukan.

Perjalanan ini lebih mengarah kepada perjalanan hidup yang mungkin bisa jadi motivasi untuk bangkit suatu saat nanti, atau jadi cerita seru untuk anak dan cucu di hari nanti.

Berlatar belakang keluarga yang tidak utuh, menjadikan saya seseorang yang tidak lagi manja. Tapi karna terbiasa dengan keras nya hidup membuat saya agak kasar dan terlalu mementingkan diri sendiri, walau banyak yang bilang saya seorang yang berjiwa melayani pasangan. Yah, apapun saya lakukan saat saya nyaman dan menyayangi pasangan saya. Tapi kembali seperti yang saya bilang diatas, bahwa apa yang saya pesan tidak pernah sama dengan pesanan yang saya minta kepada Tuhan.

Keluarga saya sudah tidak utuh dari usia saya 2 tahun, saya dititipkan dengan nenek dari Ibu. Ibu menikah lagi, dan mempunyai 2 anak yang juga dititipkan kepada nenek. Saya cucu paling tua, termasuk anak yang cepat tanggap pada usia 4 tahun saya sudah berseragam Sekolah Dasar. Perekonomian nenek yang sudah janda, dan harus menghidupi kami bertiga dan ditambah 2 orang anaknya yang masih bersekola saat itu membuat nenek jarang memeberikan saya uang jajan saat itu. Jam 6 pagi, saya sudah sering ada dipinggir rel kereta api stasiun Kelender Baru. Bukan bermain, tetapi mengais seribu atau paling besar tiga ribu rupiah untuk jajan dan membelikan adik susu atau sekedar membelikan beras untuk kami makan. Yah, saya bukan mengemis, tapi berjualan koran. Rutinitas ini terus terjadi hingga 3 tahun mendatang, hingga saya kelas 4 SD Ayah saya datang dan menjemput untuk dibawa dan dirawatnya. Senang bukan kepalang, tapi juga sedih yang berkepanjangan. Karena saya harus meninggalkan 2 adik saya yang harus bingung meminta jajan kepada siapa selain kepada saya yang setiap hari memberikan jajan selama 3 tahun belakangan.

Saya pun salah, awalnya sangat berbahagia karena dibawa kerumah mewah di desa yang belum pernah saya kungjungi. Rumah mewah tersebut banyak orangnya, ternyata rumah tante yang akan Ayah saya mintai tolong untuk merawat saya. Disinilah awal lubang kegelapan yang menjadikan saya lebih dewasa dalam menatap hidup. Rumah besar ini memiliki luas yang kurang lebih 500m, dan berlantai 2.
Sekolah pagi, kurang lebih jaraknya 5km yang harus saya tempuh dengan naik angkot 1 x. Dengan uang jajan yang diberikan sebesar Rp.1000 saya harus menysihkan 600 untuk ongkos angkot berangkat dan pulang. Beruntunglah saat itu sepiring nasi uduk masih didapat dengan harga 350 rupiah.
Singkat ceritas, saya yang dari kelas 1 SD mendapatkan rangking 1 pun mengulang terus hingga saya kelas 6 dan masuk di SMP Favourit di Desa tersebut.